Mei 17, 2008

Sepotong Malam untuk Seluruh Kehidupan



Untuk apa malam-malam itu?. Sepertiga akhirnya. Saat Allah turun ke langit bumi. Tentu, untuk beribadah, memohon, mencari kekuatan dalam munajat dan pengharapan. Dalam shalat malam, do'a dan juga istighfar.
Makna Personal. “Menyambut esok hari dengan kesegaran hati.”

Hubungan komunikasi di ujung akhir malam, dengan Allah SWT dalam shalat dan munajat, istighfar dan do'a memberi kekuatan nyata bagi kita dalam menyambut esok hari. Ini mungkin terasa sangat abstrak. Tapi pada dasarnya tidak. Bahkan, ini bisa dibilang wilayah efek yang berbentuk fisik dan material, bahkan sangat personal dari komunikasi dengan Allah di ujung malam. Rasulullah menjelaskan, barangsiapa yang pada malam harinya bangun untuk shalat malam, maka pada pagi harinya, ia akan bangun dalam keadaan penuh semangat, bersih jiwanya, serta telah mendapatkan kebaikan. Sebaliknya, yang tidak melakukan itu, akan mendapati dirinya di pagi hari dalam keadaan malas, kotor jiwanya serta tidak mendapatkan kebaikan.
Hendaklah kalian mengerjakan qiyamul lail, karena itu kebiasaan orang-orang shalih sebelumm kalian, sebab qiyamul lailmendekatkan diri kepada Allah, mencegah dari dosa, menghapus kesalahan-kesalahan dan mengusir penyakit dalam tubuh”(HR. Tirmidzi & Al Hakim).
Disinilah sesungguhnya seorang mukmin mengambil energi untuk pagi harinya, dari sumber yang sangat menyegarkan di ujung malamnya. Secara batin, bahkan secara lahir.

Makna sosial. “Dari sini pertarungan dimulai”.

Pertarungan manusia dengan syetan, memang terjadi sepanjang waktu. Tapi sesungguhnya, di ujung malam itu, sejak itulah pertarungan untuk sebuah hari dimulai. Sebab, ketika kita tidak bisa bangun malam, ia akan kehilangan kesempatan berharga untuk berjumpa dengan Allah, melalui munajat dan do'a. Sebuah ritual yang akan memberi kita puncak kekuatan, kesegaran dan spirit baru bahkan untuk menghadapi kehidupan dunia ini. Rasulullah menjelaskan, “Syetan akan mengikat tengkuk leher setiap orang dari kalian jika ia tidur, dengan tiga ikatan. Syetan menepuk setiap ikatan dengan berkata (kepada orang tersebut), Engkau masih punya malam panjang, karena itu tidurlah” (HR. Bukhari dan Muslim). Lebih jauh Rasulullah menjelaskan, “Jika orang tersebut bangun, lalu menyebut Allah, lepaslah (satu)ikatannya. Jika ia berwudhu, terlepaslah lag ikatan (kedua)nya, jika ia kemudian shalat, maka terlepaslah semua ikatannya “(HR. Bukari dan Muslim).
Sisi kedua ini memberi penekanan pada aspek pertarungan yang pasti akan dihadapi seorang muslim melawan syetan. Terlebih pada perjalanannya di siang hari, mengarungi hidup. Dan itu semua memerlukan bekal. Pada seluruh transaksi hidup kita di siang hari, begitu banyak celah-celah syetan. Pada perdagangan yang kita lakukan, jual atau beli, pada tugas-tugas pekerjaan yang kita jalankan, mengajar, memimpin departemen, mengurus perusahaan, menjaga barang di toko, mengisi soal-soal ujian, mengawasi kekayaan atau titipan orang dan seterusnya, semuanya memiliki seribu satu macam celah untuk disesatkan syetan, bahkan pada detik-detik yang tak pernah kita duga sebelumnya.
Makna spiritual. “ Disana ada kamar, luarnya terlihat dari dalam, dalamnya terlihat dari luar”

Bertemu dengan Allah, di ujung malam, tentu dan pasti, memberi makna lain selain kedua hal diatas. Makna spiritual. Bahkan inilah utamanya. Meski antar satu dan lain tidak bisa dipisahkan. Tapi pada pengertian penghambaan, ia memberi penekanan makna yang lebih mendalam. Pengharapan itu bahkan, melayang jauh nun jauh disana, pada hamparan syurga Allah yang dijanjikan untuk hamba-hamba-Nya yang beriman .”Sesungguhnya, disyurga itu ada kamar yang sisi luarnya terlihat dari luar. Disediakan untuk mereka yang memberi makan orang-orang yang perlu makan, menyebarkan salam, serta mendirikan shalat pada saat manusia terlelap dalam tidur malam”(HR. Ibnu Hibban)

Di ujung malam itulah benih-benih pengharapan ditanam, disemai dan ditumbuh suburkan. Selain tentu saja, pengharapan akan ampunan, maaf dan penjagaan dari dosa. Disana, di ujung malam itulah kita menjaga stamina harapan. Sebab disana kita belajar mengeja yang tak tampak bagaimana menjadi seperti nyata. Belajar merasa bagaimana yang tak terlihat seperti ada. Tentang akhirat, syurga itu, juga kengerian neraka itu.
Hanya yang rajin berjumpa dengan Allah, saat Ia turun ke langit bumi, yang mata batinnya akan mengalahkan mata kepalanya. Akan selalu terlihat di depan matanya kehidupan nun jauh disana, kampung akhirat yang pasti dan abadi selamanya.ia mungkin memegang sebagin dunia, kesenangannya yang halal,ladangnya, kuda-kuda pilihan, juga wanitanya yang halal. Tapi hatinya tidak ditambat disini, di taman dunia ini. Tapi ia ikatkan di sana, di pengharapan kampung akhirat sana.

Disetiap penghujung malam, pada sepertiga terakhirnya, selalu dan selamanya, Allah menanti hamba-hamba-Nya, yang hendak memohon atau meminta. Sebuah kemurahan dari Dzat Yang Maha Pemurah. Bila pagi mulai bercahaya, bertanyalah setiap kita, adakah peraduan semalam, di hadapan Allah Yang Maha Penyayang?. Ini tak sekedar soal membuka mata, bangun lalu shalat atau bermunajat di malam yang gelap. Lebih dari itu, ini adalah kadar yang bis akita ukur dengan jujur, sejauh mana sesungguhnya daya tahan kita mengarungi hidup, yang sebagian nafasnya harus kita hirup dari ujung malam-malam itu.
Taken From Tarbawi

Tidak ada komentar: