Mei 19, 2008

Bayarlah Kesalahan Di Sini, Di Dunia Ini


Kebanyakan kita, tak suka bicara soal kesalahan. Tidak selalu karena kita lebih memiliki kebaikan. Kadang, memang itu alasannya. Tapi tidak selamanya. Kebanyakan kita tak suka bicara kesalahan, sebab ada ambiguitas disana. Kita benci kesalahan, tapi toh kita melakukannya juga. Dalam bentuk beraneka rupa. Kadang kesalahan itu kita jalani dengan sadar. Sesekali batin kita berperang. Tapi kita lantas menyerah kepada keadaan. Seakan kesalahan adalah kekuatan asing di luar diri kita. Padahal kita sendiri pelakunya. Seakan kesalahan itu lebih perkasa dari karunia kehendak yang diberikan Allah dalam jiwa kita. Kita diam, pasrah dan berputar dari lingkaran kesalahan yang satu ke lingkaran kesalahan yang lain. Begitupun kita masih mencoba menghibur diri. Dengan pembenar-pembenar semu.

Layaknya kaca yang bening, kesalahan bagi kehidupan adalah bintik-bintik debu atau tetes-tetes noda, atau bahkan gumpalan-gumpalan kotoran. Maka kesalahan selalu saja mengotori kebeningan, menodai kejernihan dalam dimensinya yang luas. Karenanya, kesalahan harus dibersihkan dan hutang kesalahan itu harus dibayarkan. Begitulah peraturannya.

Sejujurnya, kita akan membayar segala kesalahan itu kelak, suka atau tidak suka. Tetapi membayar kesalahan disini, di dunia ini adalah pilihan orang-orang dewasa. Mereka lebih memilih menjadi pemberani, membayar hutan kesalahan itu disini. Sementara para pengecut dan orang-orang yang berjiwa kekanak-kanakan selalu punya segudang alasan untuk menunda membayar kesalahan. Disini, di dunia inilah sesungguhnya tempat yang paling memungkinkan kita membayar kesalahan. Jangan menunggu kehidupan di akherat kelak, ketika segalanya sudah tidak mungkin lagi. Ketika sangat bagi kita membayar kesalahan itu, kecuali dengan cara yang sangat tidak kita sukai. Sebab disana kita harus membayarnya dengan terpaksa, dengan cara yang tidak enak. Dengan azab dan siksa, kecuali Allah mengampuninya.

Kita mungkin tak suka bicara soal kesalahan. Sebab ada pertarungan disana. Nurani kita yang jujur menginginkan jalan kebaikan. Tetapi hawa nafsu kita yang angkuh menginginkan keburukan. Diambang batas antara kejujuran dan keangkuhan itula dosa dan kesalahan bertarung. Melawan suara hati yang polos dan sejalandengan fitrah. Maka, disni, di dunia ini, bayarlah kesalahan-kesalahan kita. Selagi masih ada nafas. Selagi mata belum terlelap. Sebab toh suka tau tidak suka, kesalahan pada akhirnya akan terbayar juga. Kelak, di hari segala amal ditimbang dan diberi pembalasan seadil-adilnya.
Taken from Tarbawi

Mei 17, 2008

Sepotong Malam untuk Seluruh Kehidupan



Untuk apa malam-malam itu?. Sepertiga akhirnya. Saat Allah turun ke langit bumi. Tentu, untuk beribadah, memohon, mencari kekuatan dalam munajat dan pengharapan. Dalam shalat malam, do'a dan juga istighfar.
Makna Personal. “Menyambut esok hari dengan kesegaran hati.”

Hubungan komunikasi di ujung akhir malam, dengan Allah SWT dalam shalat dan munajat, istighfar dan do'a memberi kekuatan nyata bagi kita dalam menyambut esok hari. Ini mungkin terasa sangat abstrak. Tapi pada dasarnya tidak. Bahkan, ini bisa dibilang wilayah efek yang berbentuk fisik dan material, bahkan sangat personal dari komunikasi dengan Allah di ujung malam. Rasulullah menjelaskan, barangsiapa yang pada malam harinya bangun untuk shalat malam, maka pada pagi harinya, ia akan bangun dalam keadaan penuh semangat, bersih jiwanya, serta telah mendapatkan kebaikan. Sebaliknya, yang tidak melakukan itu, akan mendapati dirinya di pagi hari dalam keadaan malas, kotor jiwanya serta tidak mendapatkan kebaikan.
Hendaklah kalian mengerjakan qiyamul lail, karena itu kebiasaan orang-orang shalih sebelumm kalian, sebab qiyamul lailmendekatkan diri kepada Allah, mencegah dari dosa, menghapus kesalahan-kesalahan dan mengusir penyakit dalam tubuh”(HR. Tirmidzi & Al Hakim).
Disinilah sesungguhnya seorang mukmin mengambil energi untuk pagi harinya, dari sumber yang sangat menyegarkan di ujung malamnya. Secara batin, bahkan secara lahir.

Makna sosial. “Dari sini pertarungan dimulai”.

Pertarungan manusia dengan syetan, memang terjadi sepanjang waktu. Tapi sesungguhnya, di ujung malam itu, sejak itulah pertarungan untuk sebuah hari dimulai. Sebab, ketika kita tidak bisa bangun malam, ia akan kehilangan kesempatan berharga untuk berjumpa dengan Allah, melalui munajat dan do'a. Sebuah ritual yang akan memberi kita puncak kekuatan, kesegaran dan spirit baru bahkan untuk menghadapi kehidupan dunia ini. Rasulullah menjelaskan, “Syetan akan mengikat tengkuk leher setiap orang dari kalian jika ia tidur, dengan tiga ikatan. Syetan menepuk setiap ikatan dengan berkata (kepada orang tersebut), Engkau masih punya malam panjang, karena itu tidurlah” (HR. Bukhari dan Muslim). Lebih jauh Rasulullah menjelaskan, “Jika orang tersebut bangun, lalu menyebut Allah, lepaslah (satu)ikatannya. Jika ia berwudhu, terlepaslah lag ikatan (kedua)nya, jika ia kemudian shalat, maka terlepaslah semua ikatannya “(HR. Bukari dan Muslim).
Sisi kedua ini memberi penekanan pada aspek pertarungan yang pasti akan dihadapi seorang muslim melawan syetan. Terlebih pada perjalanannya di siang hari, mengarungi hidup. Dan itu semua memerlukan bekal. Pada seluruh transaksi hidup kita di siang hari, begitu banyak celah-celah syetan. Pada perdagangan yang kita lakukan, jual atau beli, pada tugas-tugas pekerjaan yang kita jalankan, mengajar, memimpin departemen, mengurus perusahaan, menjaga barang di toko, mengisi soal-soal ujian, mengawasi kekayaan atau titipan orang dan seterusnya, semuanya memiliki seribu satu macam celah untuk disesatkan syetan, bahkan pada detik-detik yang tak pernah kita duga sebelumnya.
Makna spiritual. “ Disana ada kamar, luarnya terlihat dari dalam, dalamnya terlihat dari luar”

Bertemu dengan Allah, di ujung malam, tentu dan pasti, memberi makna lain selain kedua hal diatas. Makna spiritual. Bahkan inilah utamanya. Meski antar satu dan lain tidak bisa dipisahkan. Tapi pada pengertian penghambaan, ia memberi penekanan makna yang lebih mendalam. Pengharapan itu bahkan, melayang jauh nun jauh disana, pada hamparan syurga Allah yang dijanjikan untuk hamba-hamba-Nya yang beriman .”Sesungguhnya, disyurga itu ada kamar yang sisi luarnya terlihat dari luar. Disediakan untuk mereka yang memberi makan orang-orang yang perlu makan, menyebarkan salam, serta mendirikan shalat pada saat manusia terlelap dalam tidur malam”(HR. Ibnu Hibban)

Di ujung malam itulah benih-benih pengharapan ditanam, disemai dan ditumbuh suburkan. Selain tentu saja, pengharapan akan ampunan, maaf dan penjagaan dari dosa. Disana, di ujung malam itulah kita menjaga stamina harapan. Sebab disana kita belajar mengeja yang tak tampak bagaimana menjadi seperti nyata. Belajar merasa bagaimana yang tak terlihat seperti ada. Tentang akhirat, syurga itu, juga kengerian neraka itu.
Hanya yang rajin berjumpa dengan Allah, saat Ia turun ke langit bumi, yang mata batinnya akan mengalahkan mata kepalanya. Akan selalu terlihat di depan matanya kehidupan nun jauh disana, kampung akhirat yang pasti dan abadi selamanya.ia mungkin memegang sebagin dunia, kesenangannya yang halal,ladangnya, kuda-kuda pilihan, juga wanitanya yang halal. Tapi hatinya tidak ditambat disini, di taman dunia ini. Tapi ia ikatkan di sana, di pengharapan kampung akhirat sana.

Disetiap penghujung malam, pada sepertiga terakhirnya, selalu dan selamanya, Allah menanti hamba-hamba-Nya, yang hendak memohon atau meminta. Sebuah kemurahan dari Dzat Yang Maha Pemurah. Bila pagi mulai bercahaya, bertanyalah setiap kita, adakah peraduan semalam, di hadapan Allah Yang Maha Penyayang?. Ini tak sekedar soal membuka mata, bangun lalu shalat atau bermunajat di malam yang gelap. Lebih dari itu, ini adalah kadar yang bis akita ukur dengan jujur, sejauh mana sesungguhnya daya tahan kita mengarungi hidup, yang sebagian nafasnya harus kita hirup dari ujung malam-malam itu.
Taken From Tarbawi

Mei 16, 2008

Menanti Saat Allah Turun ke Langit Bumi



Seperti gelapnya yang pekat, malam menyimpan begitu banyak rahasia. tidak saja pada taburan bintangnya yang abadi. Tempat sebagian orang menggantung pandangan lepasnya untuk memandu diri mencari arah, di darat dan dilautan. Bukan hanya pada bulannya yang bulat, saat anak-anak menunda tidur. Bertepuk riuh dilorong rumah petak yang kumuh.

Siang hari, memang memberi kita begitu banyak penghidupan (living). Tapi sejujurnya, malamlah yang memberi kita kehidupan (life). Sejumput nasi, seteguk air, selembar ribuan, juga prestise dan cita arasa apa saja, adalah perburuan kemanusiaan kita di siang hari. Dengan begitu kita mendapat penghidupan meski sebagiannya kadang kita buru dengan cara yang kotor.

Nafas kita masih tersambung dengan nasi itu atau air itu, atau status itu - yang riil atau absurb – dengan ijin Allah tentunya. Walau sekali waktu kesulitan datang mencekik, serasa tak membri kita umur lain. Tetapi perjalanan hidup tak akan berhenti di tengah-tengah serialnya. Sebab kematian tak akan datang sebelum cerita diri kita benar-benar usai. Itulah mengapa, Rasulullah menegaskan, bahwa tak akan ada manusia yang mati, kecuali hak-hak rezekinya telah ditunaikan lunas oleh Allah SWT. Ini berlaku untuk siapa saja, kafir atau muslim, fasik atau mukmin.

Tapi, sejujurnya, sekali lagi, malam memberi kita kehidupan. Dalam damainya yang dalam. Atau sunyinya yang tulus. Saat tak ada desah angin dan lambaian dedauanan. Itulah saat terbaik yang dinyatakan Allah untuk beristirahat, “Dialah (Allah) yang menjadikan malam bagi kamu supaya kamu beristirahat padanya. Dan (menjadikan) siang terang benderang (supaya kamu mencari karunia Allah). Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang mendengar (QS. Yunus :67).

Maka, malam adalah tempat kita mengambil segala energi, lahir dan batinnya. Saat semua kepenatan siang tertumpahkan dalam diam, pada malam itu. Saat setiap nyawa menutup mata, malam adalah hiasan, tanda kekuasaan, sekaligus pakaian. “ Dan Kami jadikan tidurmu untuk istirahat. Dan Kami jadikan malam sebagai pakaian. Dan, Kami jadikan siang untuk mencari penghidupan. (QS. An-Naba : 9-11).

Tetapi rahasia malam, bagi orang-orang beriman, tak berhenti pada sumber energi kehidupan lahiriyahnya. Dengan tidur nyenyak atau istirahat panjangnya, rahasia malam adalah rahasia tentang bagaimana sebuah kehidupan mengambil sumber kekuatannya yang benar, orisinil, dan maha dasyat pada sebagian potongan waktunya. Ya, sebab pada setiap sepertiga malam terakhir, Allah SWT turun ke langit bumi. Lalu memberi kesempatan kepada para hamba-Nya, untuk memohon dan mengadu kepada-Nya, dalam kesendirian yang murni, berdua dengan-Nya. “Allah ta'ala turun ke langit bumi, ketika sepertiga malam telah berlalu. Ia berkata, “Akulah Raja, Akulah Raja, siapa yang berdo'a kepadaku Kau kabulkan, siapa meminta kepada-Ku Aku beri, siapa meminta ampun, Aku ampuni. Dia terus berkata demikian sampai sinar fajar merekah”(HR. Muslim).

Disinilah rahasia malam itu. Pada sepertiga terakhir dari setiap potong malam. Itulah kehidupan itu. Adakah kehidupan, yang lebih utama dari memohon kepada Allah lalu diberi, meminta lalu dikabulkan-Nya, serta mengharap ampun lalu diampunkan-Nya?. Pada penghujung malam itulah saat terbaik memburu sumber kehidupan. Dengan shalat, do'a, munajat dan juga istighfar. Pemaknaan malam dari sisi ini memberi kita ruang pengaduan yang sangat luas tanpa batas, tapi dengan kepastian yang sangat terjanjikan. Luas, sebab Allah membuka pengabulan itu tanpa membatasi jenis permintaanya.

Bila malam menjelang. Berdo'alah, agar Allah membangunkan kita pada sepertiga akhirnya, saat turun ke langit bumi. Untuk kita menjumpai-Nya. Sejujurnya, dengan itulah, kita akan bisa merasakan kehidupan dalam arti dan cita rasa yang benar-benar benar.
Taken From Tarbawi

Mei 06, 2008

Biarkan Senyum Kita Menjadi Bahagia Mereka


Setiap muslim memiliki hak yang harus ditunaikan untuk saudaranya. Dalam posisinya sebagai makhluk sosial, berinteraksi dengan sesama tak bisa dikesampingkan. Ada kalanya memberi, dilain waktu kita menerima. Ada saat-saat kita dibuat tersenyum bahagia oleh saudara kita, sebagai imbalannya tentukita ingin membuat orang lain bahagia. Nah, bagaimana sih sebenarnya tips yang mesti dikembangkan agar saudara kita bahagia?

  1. Muka Berseri

    Janganlah sedikit pun kamu menyepelekan kebaikan meski (hanya) dalam bentuk menjumpai saudaramu dengan wajah yang berseri-seri .” (HR. Muslim)

  2. Memberi Nasehat

    Memberi nasehat menjadi bukti perhatian dan kecintaan seseorang kepada orang lain. Karenanya, seseorang tidak bisa melupkan kebaikan saudara yang telah menasehatinya dalam ketaatan kepada Allah SWT. Disitulah makna kebahagiaan dan pertemanan tersa manis.

  3. Memenuhi Undangan

    Memenuhi undangan bisa menambah rasa cinta, kasih sayang dan ketulusan jiwa diantara sesama.

  4. Menjenguk Orang Sakit

    Menjenguk orang sakit merupakan perbuatan yang dapat membahagiakan hati sesama muslim, dapat meringankan beban yang dideritanya dan mengingatkannya untuk tetap bersabar dengan ujian yang sedang dialami.

  5. Tidak Membebani Orang Lain

  6. Membayarkan Hutang

  7. Berdo'a

    Diantara hal yang harus dimiliki setiap muslim adalah rasa peduli kepada sesama dengan selalu mendoakan mereka, baik yang masih hidup maupun mereka yang telah berpulang. Rasulullah SAW bersabda, “ Doanya seorang muslim untuk saudaranya muslim yang lain tanpa sepengetahuannya adalah tidak ditolak “ (HR. Al Bazzar dengan sanad shahih)

Taken From Elfata